Jumat, 30 April 2010

STOP Beri Mereka Uang


KEBERADAAN gelandangan dan pengemis (gepeng) di Samarinda bisa dibilang sangat banyak. Saking banyaknya, keberadaan mereka bahkan sengaja dikoordinir untuk mengemis dengan "menjual" kecacatan tubuh mereka. Sebagian besar mereka didatangkan langsung dari luar Samarinda dan dikoordinir oleh seorang 'bos' yang telah menyiapkan tempat tinggal.

Bos inilah yang merupakan koordinator gepeng yang setiap malam hari mengumpulkan hasil jerih payah mengemis sang gepeng. Bahkan, tak jarang usai mengemis, para gepeng ditelanjangi untuk memastikan tak ada uang yang mereka sembunyikan. Hasilnya, seorang bos pengemis ini bisa mengumpulkan jutaan rupaih setiap harinya. Bahkan di Surabaya, seorang koordinator gepeng memiliki mobil pribadi Honda CR-V.

Di Samarinda, bisnis gepeng memang sangat menjanjikan. Itu karena di Kota Tepian, masyarakatnya memiliki jiwa sosial yang tinggi atau bisa dibilang memiliki rasa kasian yang berlebihan. Itulah celah bagi koordinator gepeng untuk memanfaatkannya. Walau awalnya harus mengeluarkan modal karena harus mendatangkan gepeng cacat dari luar Kalimantan, toh hasilnya mereka bisa meraup puluhan kali lipat.

Lucunya, walau keberadaan markas gepeng sangat bisa diketahui aparat baik kepolisian maupun Pemkot Samarinda yang dalam hal ini Satpol PP, tapi hingga kini tak bisa menyelesaikan masalah ini, atau meringkus sang koordinator. Di Samarinda, dari pengalaman saya sebagai jurnalis, markas gepeng berada di sebagian besar gang di Jl AM Sangaji (Belibis) dan Jl Gerilya. Tapi, setiap kali dirazia, yang ditemukan hanya para gepeng tanpa ada yang mengetahui di mana dan siapa sebenarnya koordinator mereka.

Para gepeng pun setiap razia diamankan dan dibawa Satpol untuk kemudian dipulangkan ke daerah asal dengan merogoh uang pemerintah buat ongkos tiket. Lucunya, berkali-kali dipulangkan, eh, mereka lagi-lagi datang dan mengemis di jalan-jalan di sudut kota Samarinda. Artinya, bisnis ini memang menjanjikan dan membuat sang koordinator rela mengeluarkan uang buat menjemput para gepeng lagi.

Artinya, upaya itu memang tidak ada gunanya. Menurut saya, upaya yang paling ampuh adalah untuk tidak lagi memberikan uang kepada para gepeng ini. Bukannya pelit atau tak berkeprimanusiaan, tapi itulah jalan terbaik. Jika tidak ada lagi yang mau memberikan uang, tentunya perlahan para pengemis ini mundur teratur untuk tidak mengemis lagi. Selain itu, setiap uang yang kita beri kepada para gepeng ini, bukan mereka yang menikmatinya, tetapi para koordinatornya. Dari investigasi saya, para gepeng hanya diberi makan, rokok dan tempat tinggal. Selebihnya masuk ke kantong sang koordinator.

Setiap gepeng satu hari bisa mendapat uang minimal Rp100ribu. Bagi mereka yang cacatnya parah akan mendapat lebih dari itu. Mengapa, itu karena semakin cacatnya seseorang maka semakin dermawan pula warga Samarinda. Bagi saya, masalah gepeng ini adalah PR bagi calon pemimpin kota Samarinda ke depannya. Jangan dibiarkan mereka malah menjadi budak orang-orang tak bertanggung jawab buat kepentingan pribadi semata.
***